PENGEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA
Manusia sebagai makhluk sosial pasti saling berhubungan antara satu individu dengan individu lainnya. Dalam perjalanannya, manusia membutuhkan hukum supaya terjalin suatu hubungan yang harmonis. Pada dasarnya manusia secara alami mempunyai kaidah seperti norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma adat sebagai aturan dalam kehidupannya. Akan tetapi norma-norma itu tidak cukup untuk menjamin keberlangsungan kehidupan manusia karena tidak tegasnya sanksi bagi yang melanggarnya sehingga kesalahan itu bisa terulang lagi, maka disusunlah suatu hukum yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
Pada hakikatnya tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat.
Asas hukum adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Pendapat Satjipto. Asas Hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hokum. Asas hokum adalah jantungnya peraturan hukum, karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.
Asas memperoleh bantuan hukum (UU No. 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum) adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima bantuan Hukum. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberikan layanan Bantuan hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin Bantuan hukum dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, persamaan kedudukan di dalam hukum; keterbukaan; efisiensi; efektivitas; dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “asas keadilan’ adalah menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara proporsional, patut, benar, daik, dan tertib. Yang dimaksud dengan “asas persamaan kedudukan di dalam hukum” adalah bahwa setiap orang mempunyai hak dan perlakukan yang sama di depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi hukum.
Selanjutnya yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur, dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan atas dasar hak secara konstitusional. Yang dimaksud dengan ”asas efisiensi” adalah memaksimalkan pemberian bantuan hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang ada. Yang dimaksud dengan “asas efektivitas” adalah menentukan pencapaian tujuan pemberian Bantuan Hukum secara tepat. Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Bantuan Hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Dasar hukum pemberian bantuan hukum adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Adanya UU No. 16 Tahun 2011 tersebut menjadi dasar untuk dapat dilaksanakannya suatu hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia. Oleh karena itu Negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan
Adapun Tujuan Penyelenggaraan bantuan Hukum bertujuan untuk :
a.
|
Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;
|
b.
|
Mewujudkan hak konstitusional segala warga Negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;
|
c.
|
Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
|
d.
|
Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan
|
Asas Legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang.
Dari pasal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya perbuatan yang disebut dengan tegas oleh peraturan perundangan sebagai kejahatan atau pelanggaran, dapat dikenai hukuman (pidana). Asas legalitas sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang hukum pidana atau konstitusi masing-masing negara, merupakan salah satu asas fundamental yang harus tetap dipertahankan demi kepastian hukum. Makna asas legalitas harus dimaknai secara bijaksana dalam kerangka penegakan hukum dan keadilan. Jika dilihat dari situasi dan kondisi lahirnya asa legalitas, maka asas tersebut adalah untuk melindungi kepentingan individu sebagai ciri utama tujuan hukum pidana menurut aliran klasik. Seperti dipahami, bahwa makna yang terkandung dalam asas legalitas adalah suatu perbuatan dapat dipidana hanya jika diatur dalam perundang-undangan pidana, kekuatan ketentuan pidana tidak boleh diberlakukan surut. Dari beberapa perbedaan makna dari asas legalitas, dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya makna asas legalitas: pertama, tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana sebelum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang; kedua. Semua perbuatan yang dilarang harus dimuat dalam rumusan delik yang sejelas-jelasnya; ketiga, aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut. Makna sebagaimana tersebut diatas merupakan asas legalitas formil, seperti dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Asas ini menekankan, bahwa dasar untuk menentukan dapat tidaknya suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana harus terlebih dahulu diatur dalam undang-undang. Dalam pembaharuan hukum pidana kedepan, sumber hukum atau landasan legalitas untuk menyatakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana,tidak hanya didasarkan pada asa legalitas formal, tetapi juga didasarkan pada asas legalitas materiel, yaitu dengan memberi tempat kepada hukum yang hidup atau hukum tidak tertulis.
Adapun dijelaskan dalam dahyo (89:1989) masih banyak asas-asas hokum lain misalnya sebagai berikut :
a. Asas presumption of innocence (praduga tidak bersalah) ialah bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada keputusan hakim yang menyatakan bahwa ia bersalah dan keputusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
b. Asas in dubio pro reo ialah dalam keraguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si terdakwa.
c. Asas similia similibus ialah bahwa perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa).
d. Asas pacta sunt servanda yaitu bahwa perjanjian yang sudah disepakati berlaku sebagai undang-undang bagi para pigak yang bersangkutan.
e. Asas tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straft zonder scbuld)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar